kondisi sungai Citarum saat ini yang penuh dengan sampah. |
Berbicara mengenai kondisi sungai di Indonesia
saat ini, pastilah yang terpikirkan adalah, memprihatinkan. Bagaimana tidak?
Sungai-sungai di Indonesia saat ini sungguh tidak terawat. Sampah-sampah begitu
banyak tersebar disekitaran aliran sungai. Air sungai yang dulu jernih, kini
berwarna coklat bahkan ada juga yang berwarna hitam. Belum lagi sungai yang
dulu airnya tidak memiliki bau, kini memiliki bau yang menusuk hidung. Semua
ini merupakan ulah tangan-tangan tidak bertanggung jawab yang merubah sungai-sungai
di Indonesia kini tercemar. Banyak masyarakat yang seringkali membuang sampah
ke sungai, belum lagi banyak pabrik-pabrik yang membuang limbahnya ke sungai
tanpa sebelumnya melakukan penyaringan terhadap limbah tersebut. Sungai- sungai
di Indonesia dulu tidak memprihatinkan seperti saat ini. Contohnya adalah
sungai Citarum, sungai citarum yang dulu sangatlah terawat dan memiliki peran
penting, yang salah satunya adalah sebagai batas wilayah dua Kerajaan Sunda dan
Kerajaan Galuh. Daerah sebelah barat Citarum tetap menjadi wilayah Kerajaan
Sunda, sedangkan daerah sebelah timur sungai itu menjadi wilayah Kerajaan
Galuh. Hal itu paling tidak berlangsung sampai dengan abad ke-15.
Dan kini, sungai Citarum memiliki
peranan sebagai pemasok air untuk pertanian, tetapi air sungai itu berfungsi
pula sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA), setelah terlebih dahulu
dibangun bendungan (waduk) di beberapa tempat. Namun sangat disayangkan,
keberadaan beberapa PLTA itu terkesan tidak sejalan dengan pemeliharaan kondisi
air Citarum di luar bendungan-bendungan tersebut. Sekarang air sungai itu tidak
lagi dapat dimanfaatkan secara langsung untuk kehidupan manusia, seperti tempo
dulu, karena air sungai sudah sangat tercemar oleh sampah rumah tangga dan
limbah pabrik. Hal itu terjadi akibat dari kearifan-kearifan tempo dulu
mengenai pemeliharaan Citarum, lupa dan hilang, sehingga kini kearifan itu
perlu untuk direnungkan kembali dalam membuat kebijakan untuk menangani masalah
Citarum zaman sekarang.
Dan sungguh berbeda pula
dengan keadaan sungai pada masa peradaban-peradaban kuno di belahan dunia
lainnya. Pada saat itu sungai dianggap mampu menciptakan suatu peradaban.
Peradaban-perdaban tersebut terpusat pada lembah sungai yang subur. Bangsa
Mesir, Irak, India, dan Cina Kuno mengembangkan peradabannya di kawasan sungai
besar yang melintasi kawasan-kawasan tersebut. sungai tersebut diantaranya
adalah sungai Efrat dan Tigris di Mesopotamia, sungai Nil di Mesir, sungai
Indus di Asia Selatan, dan sungai Kuning (Huang Ho) dan sungai Yang tse di Tiongkok.
Peradaban yang berada di kawasan sungai dianggap sebagai peradaban yang kuat
pada masa itu, karena air diperlukan untuk membangun suatu masyarakat agraris.
Sungai-sungai
tersebut memiliki karakter berbeda-beda yang meyebabkan penduduknya
mengembangkan cara hidup yang berbeda pula. Hal ini disebabkan oleh adanya
perbedaan keadaan geografis, musim, serta cuaca. Perbedaan karakter tersebut
menjadikan masyarakat kuno menggunakan cara yang berbeda-beda dalam pemanfaatan
sungai-sungai tersebut. Di Mesir dan di Cina, penduduk menggunakan air sungai
untuk mengairi tanah-tanah subur yang ada dan untuk melipatgandakan hasil
pertaniannya. Masyarakat di Mesopotamia membuat irigasi dengan mengeringkan
tanah untuk dijadikan tanah pertanian. Sedangkan masyarakat di India kuno harus
melindungi diri dari luapan banjir sungai Indus sambil memanfaat lumpur-lumpur
yang terbawa oleh luapan banjir tersebut untuk menyuburkan tanah. keempat
peradaban tersebut didukung oleh aliran sungai yang menyuburkan wilayah di
sekitarnya dan menghasilkan makanan untuk penduduk yang tinggal di kawasan
tersebut.
1.
Peradaban
India Kuno
![]() |
Sungai Indus |
Peradaban India Kuno
dikenal juga sebagai peradaban Lembah Sungai Indus. Wilayah peradaban ini memiliki luas geografis sekitar 1,25 juta
km² (seluas Pakistan sekarang). Dua kota
yang terkenal pada wilayah ini adalah Mohenjo-Daro (di wilayah Pakistan) dan
Harappa (daerah Punjab). Peran sungai Indus bagi masyarakat India kuno adalah
dimanfaatkan untuk mencapai daerah atau kawasan lain sehingga tidak harus melewati jalur darat.
Sungai Indus yang sering mengalami banjir pada musim penghujan dan saat banjir
itu membawa lumpur ke daratan, dan lumpur-lumpur tersebut dimanfaatkan untuk menyuburkan
tanah, dan di tanah-tanah yang subur tersebut kemudian ditanami tanaman-tanaman
yang nantinya dijadikan sumber makanan bagi masyarakat India kuno saat itu. Dan
hasil pertaniannya diantaranya adalah gandum, jagung, padi dan beraneka macam
buah-buahan. Sungai Indus atau Shindu merupakan salah satu sungai yang besar di
Asia. Mata airnya ada di lereng-lereng pegunungan tinggi Tibet , bagian dari
Himalaya, dan setelah mengalir menerobos negeri Kashmir membasahi bumi Pakistan
dan akhirnya bermuara di Laut Arab. Bagi masyarakat India kuno, sungai Indus
dikenal sebagai “raja sungai”, adapun sebutan dalam bahasa Sansekertanya adalah
Sindhu yang memiliki arti “Samodera” atau “perairan besar”. Peradaban sungai
Indus berkembang selama kurang lebih seribu tahun. Peradaban sungai Indus
terhitung cukup singkat dalam sejarah peradaban umat manusia karena mengalami
kehancuran. Hancur dikarenakan adanya penyerangan oleh bangsa Arya.
2. Peradaban Cina Kuno
Sama
halnya dengan peradaban India kuno, peradaban Cina kuno juga muncul di
lembah-lembah sungai. Peradaban Cina kuno berkembang di daerah sekitar sungai
Huang ho (kuning) di utara dan sungai Yang Tse di sebelah selatan. Sungai
Kuning atau Hwang-Ho bersumber di daerah pegunungan Kwen-Lun di Tibet. Setelah
melalui daerah pengunungan Cina Utara, sungai panjang yang membawa lumpur
kuning itu membentuk dataran rendah Cina dan bermuara di Teluk Tsii-Li di Laut
Kuning. Sedang di dataran tinggi sebelah selatan mengalir Sungai Yang Tse Kiang
yang berhulu di Pegunungan Kwen-Lun (Tibet) dan bermuara di Laut Cina Timur. Sama
halnya dengan sungai Indus, sungai Kuning dan sungai Yang Tse sering membawa
bencana banjir sekaligus berkah bagi penduduk yang bermukim di sekitar sungai
tersebut. Luapan banjir tersebut membawa endapan tanah yang subur yang
memungkinkan berbagai tanaman tumbuh diatasnya. Pada daerah yang subur itu
masyarakat Cina hidup bercocok tanam seperti menanam gandum, padi, teh, jagung
dan kedelai. Penduduk Cina kuno sejak Zaman Neolithikum (batu muda) sudah
mengembangkan budaya agraris di sekitar sungai tersebut. Sungai Huang Ho disebut sebagai
Sungai Kuning karena membawa lumpur kuning sepanjang alirannya dan terkenal
pula dengan sebutan penderitaan Cina. Meskipun dari abad ke abad terus mendatangkan bencana banjir tetapi
justru di lembah tersebutlah lahir sebuah peradaban Cina. Sejarah Cina Kuno
ditandai dengan muncul dan runtuhnya suatu dinasti dan setiap dinasti pastinya
memiliki ciri yang berbeda pada setiap peradaban yang diciptakannya.
![]() |
Sungai Yang Tse. |
3. peradaban Mesopotamia
![]() |
Sungai Eufrat. |
Sungai Tigris |
Kehidupan agraris sudah begitu
melekat pada peradaban Mesopotamia. Mereka mendiami daerah rawa-rawa yang
kemudian dikeringkan untuk dijadikan lahan pertanian. Tanah-tanah pertanian
yang subur diolah dengan cara membangun irigasi dan sistem pengairan seperti
kanal-kanal dan parit. Sumber air kedua sungai ini berasal dari lereng
pegunungan di Armenia , di perbatasan Irak dan Rusia sekarang. Lumpur yang
mengendap secara bertumpuk-tumpuk pada saat air bermuara, menjadikan munculnya
dataran rendah baru yang terus meluas. Setiap tahun cairan salju dari gunung
Armenia mencair dan menimbulkan luapan air sungai. Datanglah banjir hebat yang
kemudian menyebarkan lumpur aluvial secara berlapis-lapis dari masa ke masa
yang mengakibatkan lembah Mesopotamia meluas ke Selatan. Penduduk banyak yang
memanfaatkan banjir-banjir tersebut untuk mengintensifkan pertanian, peternakan
dan juga dalam usaha penanaman kurma. Tetapi mereka juga dapat berhadapan
dengan tantangan banjir ganas yang tentu saja bersifat merugikan, sehingga perlu
untuk membangun tanggul-tanggul, bendungan, dan terusan. Kesuburan dan
kemakmuran yang terjadi menimbulkan iri pada bangsa-bangsa lain yang tinggal di
tepi-tepi lembah sungai. Dan akhirnya mulailah timbul serbuan-serbuan dari luar
dan pertempuran yang dilatar belakangi perebutan air irigasi dan tanah yang
baik. Dan dibutuhkan seorang pemimpin yang kuat serta mampu menjamin keamanan
dan kerukunan. Kemudian untuk mengatur masyarakat yang agraris muncullah
berbagai pembagian kerja di dalam kepemimpinan, segingga timbul fungsi khusus
berupa raja, imam, dan hakim. Dengan demikian lahirlah masyarakat yang teratur.
Dan bangsa yang mencapai peradaban secara layak pertama kali di lembah sungai
Efrat-Tigris menamakan dirinya bangsa Sumeria. Bangsa Sumeria adalah bangsa
yang membangun pola dasar ekonomi dan kehidupan intelektual di Mesopotamia.
Tulisan yang ditemukan pertama kali di Mesopotamia yang berbentuk cuneiform ditemukan oleh bangsa Sumeria
pada kira-kira tahun 3100 SM. Tulisan cuneiform
selanjutnya berkembang menjadi tulisan gambar atau pictograph.
4.
Peradaban
Mesir Kuno di Afrika
Sungai
Nil mempunyai peranan sangat penting dalam peradaban, kehidupan dan sejarah
bangsa Mesir sejak ribuan tahun yang lalu. Salah satu sumbangan dari sungai Nil
adalah kemampuannya dalam menghasilkan tanah subur sebagai hasil sedimentasi di
sepanjang daerah aliran sungainya. Lembah sungai Nil dianggap baik untuk
dijadikan pemukiman permanen, dikarenakan :
- Adanya sungai besar dengan luapan airnya yang secara periodik tahunan, memberikan kesuburan (yang berasal dari lumpur bawaan banjir), sehingga dapat menjamin tanah subur dan hasil panen melimpah.
- Tersedia banyak hewan liar, baik binatang mamalia, aneka burung terbang dan unggas-unggas lainnya.
- Terapit oleh gurun luas yang berfungsi sebagai penghalang dari serbuan musuh.
![]() |
Sungai Nil. |
Di sepanjang hilir sungai Nil
terdapat tanah subur yang sempit, berkat banjir tahunan dari sungai tersebut.
Seperti pendapat yang dikemukakan oleh seorang sejarawan Yunani Kuno pada abad
ke-5 SM, sejarawan tersebut menyebutkan bahwa Mesir sebagai “Hadiah dari Sungai
Nil” (the give of The Nile). Dengan kata lain pendapat tersebut menjelaskan
bahwa kemakmuran masyarakat Mesir kuno diperoleh berkat hadiah dari Sungai Nil,
walaupun seringkali mengakibatkan bencana banjir,
dengan banjir tersebut terciptalah tanah-tanah subur yang dapat dimanfaatkan
oleh masyarakat Mesir kuno. Sama seperti ketiga peradaban sebelumnya,
tanah-tanah subur tersebut dimanfaatkan untuk bercocok tanam dan berternak.
Dengan bentuk pemerintahan dan adat keagamaan yang semuanya diatur oleh suatu
golongan kaum pemimpin agama. Di samping hidup kegamaan yang maju, kekuasaan
kaum pemimpin agama baik dalam bidang rohani maupun keduaniawian
meningkat pula ilmu-ilmu pengetahuan timbul dari kalangan pemimpin agama itu,
seperti astronomi maupun astrologi. Di sebelah barat dan timur lembah sungai
Nil terbentang gurun pasir. Dua gurun pasir itu menjadi benteng bagi daerah
subur itu dari bahaya serbuan bangsa-bangsa lain. Sungai Nil mengalir sepanjang
6.650 km atau 4.132 mil dan membelah tak kurang dari sembilan negara yaitu :
Ethiopia, Zaire, Kenya, Uganda, Tanzania, Rwanda, Burundi, Sudan, dan tentu
saja Mesir.
Referensi :
Djaljoeni, N. 1995. Geografi Kesejarahan I. Bandung. Penerbit Alumni.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar